Mengelola manajemen keuangan pesantren tidaklah terbilang mudah. Hal ini dikarenakan banyak langkah yang harus dilakukan, mulai dari konsumsi setiap harinya, honor ustadz, listrik, kitab dan masih banyak lagi. Oleh karena itu, semuanya harus terorganisir dengan baik dan matang.
Manajemen Keuangan Pesantren
Manajemen keuangan pesantren merupakan suatu proses dalam pengaturan aktivitas atau kegiatan akuntansi pada suatu lembaga yang berada di dalamnya, termasuk juga kegiatan perencanaan, pelaksanan dan perhitungan.
Di samping itu, ada juga analisis dan pengendalian terhadap kegiatan keuangan yang biasanya dilakukan oleh ketua pengurus dan bendahara serta kepala madrasah bersama pemegang kendali sistem pembiayaan di sana.
Hal tersebut juga berlaku pada sektor lembaga pendidikan formal di bawah naungan institusi pondok pesantren. Ini merupakan upaya untuk mendapatkan dana serta meminimalkan pada penggunaan dan pengalokasianya.
Dana-dana tersebut dijalankan secara efektif dan efisien dengan melakukan pengembangan usaha pesantren, keputusan untuk berinvestasi dan pengelolaan keuangan lainnya secara syar’i dan fiqih muamalah dalam Islam. Manajemen keuangan pesantren yang baik juga akan membawa kemudahan dan kemjuan untuk pesantern.
Fungsi Manajemen Keuangan Pesantren
Fungsi manajemen keuangan pesantren yakni, untuk melaksanakan kegiatan agar suatu tujuan tercapai dengan efektif dan efisien. Secara tegas tidak ada rumusan yang sama dan berlaku umum saja.
Manajemen keuangan pesantren memiliki tiga fungsi, yaitu: (1) Investment Decision (Menetapkan pengalokasian dana), (2) Financial Decision (Memutuskan alternatif pembiayaan) dan (3) Dividend Decision (Kebijakan dalam pembagian dividen).
Investment Decision merupakan keputusan yang diambil oleh pemilik kebijakan keuangan pondok pesantren (ketua pengurus) dan lembaga (institusi) di bawah naunganya. Seperti kepala madrasah (MI/MTs/MA), PTKIS atau ketua lembaga pendidikan formal lainnya.
Ketentuan semacam itu diwujudkan dalam bentuk investasi yang dapat menghasilkan keuntungan (laba) di masa yang akan datang. Keputusan ini akan tergambar dari aktiva pesantren madrasah dan PTKIS itu sendiri.
Selain itu, juga akan mempengaruhi struktur keuangan yang dimiliki, meliputi adanya perbandingan antara current assets (Aktiva Lancer) dengan fixed assets (Aset Tetap atau Aktiva Tetap) dalam manjemen pondok pesantren.
Financial Decision adalah keputusan manajemen keuangan pemilik kebijakan pondok pesantren (ketua pengurus) dan lembaga (institusi). Keduanya berada di bawah naungan seperti kepala madrasah dalam melakukan pertimbangan dan analisis perpaduan antara sumber-sumber dana yang paling ekonomis.
Hal tersebut dilakukan untuk mendanai kebutuhan investasi serta kegiatan operasional pesantren/madrasah. Keputusan pendanaan akan tercermin dalam sisi pondok pesantren, aktiva madrasah dan PTKIS yang akan mempengaruhi “financial structure” maupun “capital structure”.
Dividend Decision merupakan kebijakan dalam pembagian dividen yang merupakan bagian dari keuntungan pondok pesantren atau pemberian dari lembaga pendidikan formal di bawahnya, seperti MI, MTs, MA dan PTKIS.
Keputusan dividen adalah ketetapan manajemen keuangan dalam menentukan besarnya proporsi keuntungan (laba). Ini akan dibagikan oleh lembaga formal di bawah pondok pesantren, seperti madrasah ke lembaga pemilik dan proporsi dana yang akan disimpan.
Tujuan Manajemen Keuangan Pesantren
Melalui kegiatan manajemen keuangan pesantern, kebutuhan pendanaan kegiatan pondok pesantren dapat direncanakan dan diupayakan pengadaannya. Hal tersebut dibukukan secara transparan dan digunakan untuk membiayai pelaksanaan program-program secara efektif dan efisien.
Ada beberapa tujuan manajemen keuangan pesantren meliputi, meningkatkan akuntabilitas dan transparansi, efektivitas dan efisiensi penggunaan keuangan serta meminimalkan penyalahgunaan anggaran pondok pesantren. Selain itu pengeloaan manajemen keuangan pesantren yang transparan akan melatih diri dan membentuk mental kaya.
Prinsip Dasar Manajemen Keuangan Pesantren
Pengurus pondok pesantren yang mengelola pendidikan formal harus memahami mekanisme aturan anggaran pendapatan dan pembelanjaan, sitematika pelaporan, pertanggungjawaban keuangan. Ini dilakukan baik kepada pengasuh, biro keuangan maupun badan pemeriksa keuangan. Hal ini perlu dipelajari demi manajemen keuangan pesantren yang lebih tertata dan juga terbuka.
Di samping itu, mereka harus memahami prinsip-prinsip manajemen keuangan lembaga pendidikan formal yang digambarkan dalam undang-undang No 20 Tahun 2003 secara tepat sasaran.
Pada pasal 48 dalam undang-undang tersebut, menyatakan bahwa pengelolaan dana pendidikan berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi, transparansi dan akuntabilitas publik. Di samping itu, efektivitas juga perlu mendapat penekanan. Alangkah baiknya pengelolaan manajemen keuangan pesantren dikelola menggunakan manajemen keuangan syariah. Karena sejatinya Islam telah mengajarkan sistem pengloaan keuangan yang baik.
Problematika Manajemen Keuangan Pesantren
Manajemen pondok pesantren tidak lepas dari berbagai masalah. Di antaranya adalah, lemahnya SDM pengurus, minimnya dana operasional, penyalahgunaan keuangan, membebankan pembiayaan kepada santri, pelaporan yang penuh manipulasi dan spekulasi serta lain sebagainya.
Tidak dapat dipungkiri, sebagian besar pondok pesantren terkadang memiliki keterbatasan SDM yang mumpuni dalam manajemen keuangan mereka. Diperparah lagi dengan tidak dilaksanakannya pelatihan tentang hal semacam itu.
Hal inilah penyebab pondok pesantren kesulitan dalam membuat dan menganalisis RAPB dan merealisasikannya. Kurangnya dana operasional tidak sedikit menyebabkan terjadinya penyalahgunaan keuangan dan kebijakan secara lebih mendalam. Inilah pentingnya mengenal manajemen keuangan pesantren.
Walau tidak banyak terjadi di institusi pondok pesantren penyalahgunaan keuangan, namun biasanya sering terjadi di bagian ketua pengurus, bendahara, pimpinan usaha dan jabatan-jabatan lain yang berkuasa menentukan kebijakan dan atau pemegang langsung uang (dana).
Mereka memiliki keleluasaan dalam mengendalikan uang. Kebijakan yang di keluarkan kadang-kadang tidak sesuai dengan kerangka dalam Rencana Anggaran Belanja Pondok Pesantren.
Sayangnya, penyalahgunaan keuangan di pondok pesantren seringkali dibiarkan oleh pengasuhnya. Dibiarkan maksudnya, tidak sampai dibawa ke pengadilan atau dipolisikan tetapi sebatas dipulangkan dan tidak ada tuntutan untuk mengembalikan.
Manajemen keuangan pesantren terkadang tersandung dengan pungutan dana illegal dan usaha-usaha lain yang menghasilkan dana dilakukan tanpa sepengetahuan pengasuh, seringkali terjadi dan dilakukan oleh oknum pengurus dan pengelola pondok pesantren. Hal ini banyak disebabkan oleh perputaran keuangan di pondok pesantren cendrung tertutup.
Pelaporan keuangan yang akuntabel dan transparan juga terabaikan. Oleh karena itu, bagi pengasuh pondok pesantren harus memahami terjadinya potensi penyalahgunaan keuangan dan mendirikan badan independen audit internal untuk mengawasinya.
Demikianlah ulasan mengenai manajemen keuangan pesantren. Semoga dapat diambil sisi baik dan dibuang aspek buruknya demi kemaslahatan umat, agar lebih tentram dalam hal pendidikan Islam saat ini.