Ketika mendengar istilah riba jahiliyah, apa yang akan terlintas di benak Kamu? Apakah itu menyangkut keuntungan, haram, jual beli, masa kebodohan atau bagaimana? Jika sangat penasaran. Di sini akan dijelaskan tentang seluk beluknya supaya bisa dimengerti dan tidak ada salah persepsi.
Apa Itu Riba?
Sebelum melanjutkan bahasan menuju riba jahiliyah, akan lebih baik jika diuraikan terlebih dahulu mengenai penjelasannya secara umum. Ini supaya, nantinya materi yang akan disampaikan bisa benar-benar dipahami oleh pembaca sekalian.
Pengertian riba secara etimologi berasal dari bahasa arab yaitu dari kata riba yarbu, rabwan yang berarti tambahan atau al-fadl. Hal tesebut selaras dengan yang disampaikan di dalam kitab suci umat Islam yakni Al-Qur’an.
Di dalam Alquran, disebutkan bahwa riba merupakan pertumbuhan, peningkatan, bertambah, meningkat, menjadi besar, dan besar. Selain itu juga di gunakan dalam pengertian lain yakni adalah bukti kecil.
Pengertian riba secara umum berarti “meningkat” baik menyangkut kualitas maupun kuantitasnya. Sedangkan menurut istilah teknis, merupakan pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil.
Riba adalah memakan harta orang lain tanpa jerih payah dan kemungkinan mendapat risiko. Ia didapatkan bukan sebagai imbalan kerja atau jasa, tetapi menambah kekayaan dengan mengorbankan kaum miskin dan mengabaikan aspek perikemanusiaan demi menghasilkan materi.
Secara garis besar, riba dikelompokkan menjadi dua. Masing-masing adalah utang piutang dan jual-beli. Kelompok pertama terbagi lagi menjadi qardh dan jahiliyah yang akan menjadi pembahasan utama. Adapun jenis kedua dipecah jadi fadhl dan nasiah.
Apa Itu Riba Jahiliyah?
Sederhananya, Riba jahilaiyah merupakan pembayaran hutang yang dibayar lebih dari pokoknya. Ini dikarenakan si peminjam tidak mampu membayar utangnya pada waktu jatuh tempo saat kesepakatan bersama.
Riba jahiliyah dilarang karena kaedah “kullu qardin jarra manfa ab fabuwa” yang berarti setiap pinjaman yang mengambil manfaat adalah riba. Dari segi penundaan waktu penyerahanya, hal tersebut termasuk nasiah, sementara mengacu pada kesamaan objeknya yang dipertukarkan maka tergolong fadhl.
Riba ini bisa juga terjadi pada satu barang yang dipertukarkan atau semuanya (Majmu’ Fatawa al-Lajnah ad-Da’imah, 13/263 dan ar-Riba ‘Illatuhu Wa Dhawabituhu, oleh Dr. Shaleh bin Muhammad as-Sulthan, 8). Selanjutnya, berlaku pada akad perniagaan dan dapat terjadi saat hutang-piutang.
Dalam sebuah hadist Nabi bersabda bahwa, “Dan riba Jahiliyyah dihapuskan, dan riba pertama yang Aku hapuskan ialah riba Kami (kabilah kami), yaitu riba Abbas bin Abdul Mutthalib, sesungguhnya ribanya dihapuskan semua.” (HR. Imam Muslim).
Selanjutnya, ada sebuah pembahasan tentang riba jahiliyah sebagai berikut yakni bahwa pada zaman berhutang dan saat itu jatuh tempo, sedangkan mereka belum bisa melunasinya, maka si penghutang akan memberi tambahan waktu dengan catatan akan dikasih kelebihan uang atau bunga.
Abu Bakar al-Jashash menggambarkan bahwa riba yang dahulu dijalankan oleh bangsa Arab yakni menghutangkan uang hingga tempo tertentu dengan mensyaratkan bunga di atas jumlah yang terhutang sesuai kesepakatan antara kedua belah pihak.
Kesimpulanya, gambaran transaksi riba jahiliyah yang biasa mereka lakukan ialah seperti yang telah disebutkan, yaitu menghutangkan uang dirham atau dinar dalam tempo waktu tertentu dengan mensyaratkan tambahan (bunga).
Contoh Riba Jahiliyah
Misalnya, menukarkan emas baru dengan yang lama dan sama beratnya, akan tetapi barang bagus tersebut dapat diterima setelah satu bulan dari waktu transaksi dilaksanakan maka hal itu dapat tergolong riba jahiliyah.
Contoh lain adalah, bila Si A menukarkan uang kertas pecahan Rp.100.000,- dengan Rp.1.000,- kepada Si B, akan tetapi Si B pada waktu akad penukaran hanya membawa 50 lembar uang Rp.1.000,- saja , maka sisanya baru dapat Ia serahkan setelah satu jam dari saat terjadinya akad penukaran.
Pinjaman yang Bukan Termasuk Riba dalam Islam
Dalam kegiatan perdagangan, jual beli dan kegiatan pemenuhan ekonomi lainnya, ada kalanya tidak dilakukan pembayaran secara tunai ataupun peminjaman uang untuk memenuhi kebutuhannya. Berhutang karena darurat untuk menutupi suatu hajat yang mendesak tentulah dapat dimaklumi.
Akan tetapi, apabila sifat dan sikap suka berhutang atau meminjam ini dibiasakan, maka buruklah akibatnya. Demikian juga petunjuk agama yang menghendaki agar setiap muslim bekerja keras untuk menutup kebutuhan hidupnya dan jangan terbiasa menutup kebutuhan dengan jalan hutang.
Memberikan pinjaman kepada orang yang membutuhkan termasuk akhlaq yang mulia dan terpuji, karena berarti melepaskan kesusahan orang lain. Islam mengajarkan prinsip tolong menolong dalam kebaikan.
Menurut sebagian besar ulama, pinjaman yang diperbolehkan adalah pinjaman yang mengandung unsur kasih sayang sesama manusia. Disebutkan bahwa sifat dasar pinjaman tidak sama dengan pengambilan keuntungan. Pinjaman jenis ini menjadikan kita bersyukur bisa membantu sesama dan membentuk mental kaya.
Akhirnya, seseorang hendaknya menjaga hartanya dengan anggapan, ketika Ia menyadari bahwa dirinya tidak mampu menjaga apabila terdapat kerusakan. Ini karena, hal itu menjadi tanggung jawab peminjam yang sifat dasarnya adalah tanpa bunga.
Pinjaman yang Termasuk Riba dalam Islam
Salah satu di antara bentuk pertolongan melepaskan kesusahan dan kesulitan ialah, memberikan pinjaman kepada sesama muslim yang terdesak karena kebutuhan hidup sehari-hari atau suatu keadaan darurat bersifat insidentil.
Pinjaman yang diberikan mampu memberi sedikit kemudahan bagi mereka dalam keadaan susah, terutama bagi warga miskin yang sangat membutuhkan bantuan dari sesama manusia. Namun, ada kalanya hal tersebut dimanfaatkan sebagian manusia untuk mencari keuntungan semata.
Pinjaman yang tidak diperbolehakan dalam Islam yaitu, apabila tujuan dari pemberianya hanya untuk mengambil keuntungan semata tanpa melihat itu benar atau tidak. Di sisi lain, memberatkan bagi penghutang (peminjam). Maka dari itu pentingnya kita mengenal riba serta dasar hukum riba, sehingga kita tidak terjebak di dalamnya.
Beberapa ulama mengatakan bahwa “Pinjaman yang demikian itu diharamkan dan dilaknat oleh Allah karena hanya mengandung unsur keuntungan semata tanpa mengindahkan orang lain”.
Demikianlah pembahasan tentang riba jahiliyah. Semoga dapar menjadi rujukan atau referensi Kamu untuk mempelajari dan memahaminya lebih dalam agar tidak terjadi kesalahpahaman kembali dalam hal-hal terkait.